Thursday, May 26, 2011

Jabat Tangan Sang Sinder


Kisah ini merupakan cerita nyata dari fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Namun pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan tentang kesombongan dan kearoganan pejabat pemerintah yang saya sebut sang sinder. Sang sinder yang merupakan pejabat pemerintah itu memang sudah terkenal akan kesombongannya kepada masyarakat kecil. Perkataan dan jabat tangannya merupakan sesuatu yang sangat mahal untuk didapatkan rakyat kecil, sang sinder ini memang seperti pepatah kacang lupa dengan kulitnya karena keluarga besar sang sinder sendiri seluruhnya merupakan rakyat jelata, memang kakeknya dahulu merupakan penguasa daerah yang kaya raya, namun jatuh karena kesombongan dan kearoganan yang ditunjukan oleh kakeknya pada waktu dulu. Itulah sekelumit perkenalan dengan sang sinder.
 Kisah ini berawal dari sebuah pesta pernikahan anak dari sang sinder, pesta itu sendiri lumayan mewah untuk ukuran daerah, karena memakan waktu hingga 3 hari 3 malam. Namun dibalik kemewahan pesta tersebut terselip satu cerita sepele yang membuat hati semua anak-anak di dunia mungkin akan hancur jika melihat dengan mata kepala sendiri kisah seorang ibu. Masalah sepele itu adalah jabat tangan, yah,,, sebuah hal sepele namun akan sangat berpengaruh pada situasi tertentu. Cerita ini dimulai ketika salah seorang undangan wanita yang kita sebut saja ibu susah turut hadir dalam pesta perkawinan sang sinder, ibu susah ini jika dilihat secara garis biologis merupakan tante dari sang sinder, itu karena kakek sang sinder merupakan ayah dari ibu susah, namun ibu susah hanya  merupakan anak dari istri kedua kakek sang sinder, itu merupakan garis biologis saja, tapi pada kenyataanya mungkin tidak demikian. Namun hubungan keluarga besar dari istri pertama dan kedua sebenarnya baik-baik saja terkecuali dengan sang sinder ini. Itulah silsilah yang saya tau tentang tokoh cerita yang saya fiktifkan namanya ini. Kembali ke topik utama ketika ibu susah ikut menghadiri pesta pernikahan anak dari sang sinder terjadi kejadian yang sangat membuat miris hati jika dilihat dari segi kemanusiaan, peristiwa ini terjadi ketika sang sinder menyalami satu persatu tamu undangan yang hadir, namun sang sinder melewatkan salah seorang tamu yaitu ibu susah, dengan angkuhnya dia berjalan melewati uluran tangan dari ibu susah, bahkan seruan ibu kandung sang sinder untuk menyalami adik tirinya itu tidak dihiraukan sama sekali, dia tetap tegap berjalan dengan menyalami tamu undangan yang lain, hal tersebut sontak menjadi perhatian oleh semua tamu dan secara langsung semua mata mengarah kepada ibu susah. Disitu saya melihat wajah yang hampir tidak bisa saya tafsirkan apa maksunya dari ibu susah, mungkin jika saya menebak-nebak ibu susah ini merasa”nelangsa” (bahasa jawa)/sedih karena tidak dianggap disitu. Ibu susah ini memang bukan seorang wanita yang mempunyai kedudukan atau jabatan penting, dia hanya seorang petani yang bekerja keras untuk membantu suami menyekolahkan anaknya, namun pada peristiwa itu saya melihat dia sebagai seorang artis yang sangat hebat dalam berakting, semua orang dalam acara itu tau jika mentalnya turun 180 derjat namun dia berusaha menutupinya, bahkan dia mungkin ingin menangis sedih karena merasa dipermalukan di depan umum, namun dengan kepolosan ibu ini dia tetap terus tersenyum walaupun dia tak pernah belajar tentang pancitraan ataupun face control, mungkin bisa anda bayangkan senyuman petani kampung yang sangat tulus. Pada adegan itu hati saya sangat tersentuh dan jujur saja saya seperti ingin menangis”hal yang sulit saya dapatkan”, saya merasa bagaimana jika hal tersebut terjadi pada ibu saya, entah kenapa kejadian itu selalu membekas dihati saya hingga akhirnya saya tuliskan kisah ini, saya merasa ibu susah ini adalah korban dari stratifikasi sosial/kasta yang sangat tidak memanusiakan manusia.

No comments:

Post a Comment